Rabu, 29 Desember 2010

CARUT-MARUT TEKNOLOGI (Telaah Kritis tentang Perkembangan dan Dampaknya)

Kini, teknologi berkembang amat cepat. Para ahli sepakat pada pandangan bahwa teknologi memudahkan kehidupan manusia tanpa harus kehilangan sifat humanisnya. Manusia juga tidak dapat lepas dari pendidikan yang sebenarnya juga merupakan kegiatan teknologi, bahkan dengan pendidikanlah teknologi dapat disebarluaskan kepada generasi penerus bangsa. Salah satu dampak terbesar ialah perkembangan pembangunan di bidang pendidikan.
Di era global sekarang ini, tidak ada lagi sekat dalam hal akses informasi sehingga semua lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dalam segala aspek kehidupan. Tentunya, sebagai warga negara, kita tidak dapat menolak terhadap “booming” teknologi informasi ini. Peran pendidikan menjadi kunci utama untuk menyaring, mentransfer, dan memberikan constraints sehingga nilai-nilai tradisi positif tidak terkikis, bahkan kita berharap dapat bergabung secara sinergi. Tentunya tugas kita semua untuk sama-sama berpikir dan menyatukan langkah dalam mencari formula terbaik dalam memanfaatkan dan mengevaluasi peran teknologi dalam meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air tercinta ini.
Dalam perspektif pendidikan, tampaknya teknologi telah membawa dampak yang kuat. Hampir semua bidang pendidikan tersentuh oleh teknologi. Contoh, adanya situs atau web site ataupun web log yang mengusung khusus tentang pendidikan dengan segala gendrenya. Semua substansi pendidikan diulas habis hingga ke akarnya. Apapun alasan dibalik realita itu tidaklah jadi masalah. Yang penting ialah, bahwa pendidikan yang notabene merupakan kegiatan membosankan bagi kebanyakan orang, ternyata masih tetap eksis.
Namun, peran teknologi di zaman ini belumlah dapat dimaksimalkan oleh pemuda kita. Sebagai bukti, cermati kembali prestasi kaum pendahulu kita dengan segala keterbatasannya. Bandingkan dengan semakin manjanya pemuda kita dengan teknologi tetapi ‘kurang’ prestasi. Pernyataan ini bukan bermaksud untuk mengecilkan peran pemuda masa kini. Tetapi paling tidak konsep ini mampu merevitalisasi semangat pendidikan era teknologi yang kini tengah merambat hingga dapur.
Semula, teknologi merupakan alat bantu terhadap keterbatasan kemampuan manusia, tepai kenyataan menunjukkan bahwa teknologi telah menjadi sebuah kekuatan yang justru ‘membelenggu’ perilaku dan gaya hidup seseorang. Dengan daya pengaruhnya yang besar, teknologi telah menjadi pengarah hidup manusia. Sistem komputerisasi saat ini telah mengalihfungsikan tenaga manusia dengan pembesaran dan percepatan yang menakjubkan. Dampaknya, masyarakat yang rendah kemampuan teknologinya cenderung bergantung dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kecanggihan teknologi.
Di satu sisi, perkembangan teknologi yang amat mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan kemampuan fisik yang besar, kini sudah serba mesin. Kapasitas dan model aplikasi sistem komputerpun melaju terus, seolah menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai aktifitas. Kemajuan teknologi yang telah dicapai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan manusia. Artinya, manusia tidak dapat pula menipu diri terhadap kenyataan bahwa teknologi juga akan mendatangkan malapetaka.
Terkait dengan itu, Rosenberg (2001) menjelaskan lima hal yang mengalami pergeseran sebagai pengaruh teknologi terhadap pendidikan, khusus dalam proses pembelajaran yaitu (1) pergeseran dari pelatihan ke penampilan; (2) pergeseran dari ruang kelas ke dimana dan kapan saja; (3) pergeseran dari kertas ke “on line” atau saluran; (4) pergeseran fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja; (5) pergeseran dari waktu siklus ke waktu nyata.
Sebagai media pendidikan komunikasi sebagai bagian integrasi dari teknologi dilakukan dengan menggunakan telepon, komputer, internet, e-mail, dan sebagainya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dapat dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut.
Teknologi mempunyai peran urgensif dalam bidang pendidikan seperti yang dikemukakan Ancok (2005) berikut:
1) Munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini ialah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan;
2) Munculnya metode pembelajaran baru yang memudahkan siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Dengan kemajuan teknologi terciptalah metode-metode baru yang membuat siswa mampu memahami materi-materi yang abstrak, karena materi tersebut dengan bantuan teknologi dapat di kongkritkan;
3) Sistem pembelajaran tidak harus melalui tatap muka.
Kehadiran teknologi internet, misalnya telah merubah gaya hidup manusia dan tuntutan pada kompetensi manusia. Kini kehidupan manusia semakin tergantung pada komputer. Berbeda dengan menonton televisi yang penontonnya pasif. Internet dan permainan elektronik sangat interaktif. Diduga internet dan permainan elektronik dapat merangsang pertumbuhan kecerdasan anak dan bahkan orang dewasa. Namun, sejauh ini belum ada pemantauan serius untuk melihat perkembangan inteligensi generasi kita. Apakah anak-anak semakin tinggi kemampuannya dibanding dengan generasi sebelumnya? Apakah generasi pengguna internet lebih tinggi kecerdasannya jika dibanding dengan yang bukan pengguna internet.
Selain dapat digunakan untuk berpacaran melalui progam internet relay chatting (IRC), internet dapat pula digunakan untuk mengakses gambar dan film porno. Walaupun gambar porno dan cerita porno dapat diperoleh dari berbagai sumber. Kehadiran internet semakin menyemarakkan perolehan pronografi. Conger (dalam Ancok, 2005) menjelaskan bahwa rangsangan seksual yang diperoleh anak akan mempercepat proses kematangan seksual.
Menjelang pergantian tahun 2011 yang tinggal hitungan hari lagi, banyak manusia yang dilanda kecemasan. Ketakutan akan listrik padam, kekhawatiran terhadap tidak kuatnya signal HP. Selain itu, ada juga yang cemas akibat komputernya terserang virus yang berakibat fatal terhadap hilangnya file penting dalam komputer. Inilah beberapa contoh stres yang terjadi karena teknologi. Akan menjadi sumber stres yang besar bila terjadi gangguan dalam sistem komputernya. Fenomena stres seperti ini yang disebut dengan technostress (Hanson, dalam Hastuti 2009). Stres karena teknologi adalah salah satu sumber stres dalam kehidupan manusia. Tentu saja banyaknya informasi yang masuk melalui e-mail atau internet dapat pula menyebabkan information overload, dan ini menjadi sumber stres yang lain. Berapa besar dampak stres teknologi ini pada kehidupan manusia, sepengetahuan penulis belum pernah ada studi yang mengidentifikasinya.
Lalu kemudian muncul pertanyaan, bagaimana solusinya? Sebenarnya ada banyak cara dalam menghadapi perkembangan teknologi, khususnya perspektif pendidikan. Salah satu upaya yang ditawarkan ialah penanaman visi dan afeksi pada para siswa dan mahasiswa. Penanaman visi dan afeksi dimaksudkan untuk membantu para pelajar dan mahasiswa mengembangkan potensi diri terhadap tantangan dan tanggung jawab masa depan. Sebagian besar para pelajar kita tidak memiliki visi dan konstruksi masa depan yang jelas. Dari pengamatan penulis terhadap siswa dan juga mahasiswa baru, 68% siswa dan hampir 70% mahasiswa yang tidak mempunyai visi dan cita-cita yang jelas. Alasan mereka masuk ke institusi sekolah –juga di Perguruan Tinggi– atas kemauan orangtua dan untuk memperoleh ijazah/gelar. Mereka tidak merencanakan hari depannya. Apa yang mereka pikirkan hanyalah hari ini.
Penanaman visi dan cita-cita kepada para pelajar dan mahasiswa sangatlah penting. Dengan visi, seseorang dapat merencanakan cita-citanya. Mereka tahu apa yang harus dilakukan untuk menyongsong masa depan. Sedangkan dengan cita-cita, orang mempunyai target dan tujuan yang jelas dalam mengisi kehidupannya. Dengan cita-cita yang jelas seseorang memiliki motivasi yang kuat untuk melakukan sesuatu yang telah direncanakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasan (2005) bahwa tidak ada keberhasilan yang dapat dicapai tanpa tujuan yang jelas. Lebih lanjut Hasan membeberkan bukti bahwa 27% orang di dunia tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas. 60% mempunyai tujuan hidup yang samar-samar. 10 % mempunyai tujuan hidup yang jelas, dan hanya 3% yang menuliskan tujuan hidupnya. Dalam kenyataannya, hanya sedikit orang di dunia yang dapat mencapai sukses, yaitu mereka yang mempunyai tujuan hidup yang jelas. Mereka yang tidak mempunyai tujuan hidup yang jelas, seakan tidak berhak atas keberhasilan.
Selain kehilangan visi, para pelajar dan mahasiswa kita juga kehilangan idealis. Mereka terjebak pada sikap hidup yang materialis dan hedonis. Mereka mengukur nilai diri mereka dari segi materi atau hal-hal yang tampak secara fisik. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup mereka saat ini. Gaya hidup handphonistik telah melanda pada sebagian besar siswa dan mahasiswa kita hingga ke desa-desa. Dari pengamatan penulis, di kalangan mereka, HP bukan difungsikan sebagai alat komunikasi yang efektif, tetapi lebih banyak dijadikan sebagai simbol gaya hidup yang materialis dan hedonis. HP lebih banyak digunakan sebagai alat ngrumpi daripada sarana untuk mencari informasi yang berguna. Mereka merasa lebih bangga memiliki HP daripada memiliki buku-buku. Mereka merasa malu jika tidak memiliki HP, tetapi tidak malu ketika tidak dapat menjawab soal-soal ulangan/ujian. Akibatnya, sebagian besar siswa dan mahasiswa kita yang kehilangan moralitas. Mereka terjebak pada mentalitas yang ingin serba instan tanpa mau kerja keras.
Terkait dengan hal tersebut, pendidikan harus diarahkan bukan hanya pada perubahan kognitif, tetapi yang lebih penting adalah pada perubahan sikap. Pendidikan afeksi jauh lebih penting daripada kognisi, dan harus dilakukan sejak dini. Membentuk sikap yang baik tidak dapat dilakukan secara instan. Penamanan nilai dan sikap yang produktif, kolaboratif, dan tanggungjawab terhadap siswa dan mahasiswa merupakan proses pendidikan yang panjang dan harus dilakukan secara kontinu. Oleh karena itu, di pendidikan afeksi harus mendapat porsi yang lebih besar. Dengan cara ini, maka manusia yang ahklakul karimah dapat dicapai. Manusia yang ahklakul karimah ialah manusia yang selalu mendasarkan sesuatu pada prinsip-prinsip moral.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan tanggapan Anda di sini!