Jumat, 07 Januari 2011

Anda Bertanya Kami Menjawab

Goresan sederhana ini diilhami oleh sebuah pemikiran konstruktif terhadap berbagai pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh berbagai fihak yang berkepentingan pada ‘sesuatu’ terhadap ‘sesuatu’ kepada penulis terkait dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar dalam berbagai konteks. Sesuatu yang pertama ialah bahasa sebagai alat komunikasi dan sesuatu yang kedua ialah sasaran sebagai rujukan bertindak/pragmatis. Semula penulis enggan memberikan jawaban dengan berbagai alasan pula. Namun, setelah ditelaah secara seksama serta desakan keingitahuan positif dari berbagai pihak tadi, tampaknya memang penting untuk dijawab. Jika tidak ‘dihawatirkan’ muncul bias makna yang berujung pada bias bertindak karena setiap satu tindakan membutuhkan seribu satu kali pikiran.
Pada suatu ketika, saat itu malam Rabu pekan lalu datanglah sekelompok kerabat ke kediaman penulis. Sebagian mereka merupakan muka baru dan bahkan sama sekali tidak dikenal. Kelihatan dari rona mereka membawa suatu kabar. Yang agak tua langsung buka bicara yang diawali dengan pengakuannya berusaha untuk menemui penulis, dari tempat kerja hingga ke kampus tempat penulis mengajar. Di tangan salah seorang sesekali dikibaskan sehelai potongan kertas koran lokal. salah satu kolomnya dilingkari dengan spidol board marker ukuran tanggung dengan tajuk Himbauan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010. Saat itu, diskusipun terjadi alot tentang substansi yang terkandung dalam penggalan koran itu. Dari diskusi tersebut dapat digeneralisasi bahwa ternyata bahasa menunjukkan bangsa dan dengan bahasa seseorang dapat bertindak masih sangat ampuh dan akan terus eksis diera globalisasi sekalipun. Oleh sebab itu, kepada semua pihak, lebih lagi kepada pihak yang mengeluarkan bahasa konstitusi untuk lebih cermat dengan penuh kehati-hatian. Karena era ini, semua orang sudah bisa bicara dan bertindak dengan dalih yang tidak masuk akal sekalipun. Sebagai contoh kasus, cermati kutipan penggalan salah satu kolom berita koran lokal edisi Jumat 09 April 2010 No. 1493 Tahun V halaman 2 berikut.

HIMBAUAN KEPADA SEMUA PIHAK UNTUK MENTAATI KETENTUAN UU NO. 32 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERINTAH DAERAH TERKAIT LARANGAN KAMPANYE
Dalam kampanye DILARANG melibatkan:
-Hakim;
-Pejabat BUMN/BUMD
-PNS, TNI, Polri sebagai peserta kampanye dan juru kampanye dalam Pemilihan Umum Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah;
-Kepala Desa, dan seterusnya

Kita mulai dari penggunaan kata himbauan. Kata himbauan berasal dari kata asal imbau yang mengalami proses morfologi menjadi kata dasar himbau dan memperoleh imbuhan –an yang bermakna seruan, ajakan. Dengan hadirnya kata itu, maka pembaca lalu memaknainya secara pragmatis. Dan yang lebih parah lagi, dianalogikan bahwa kata himbauan identik dengan kata sunat (dalam hukum Islam) yang kurang-lebih bermakna ‘dilaksanakan mendapat pahala, tidak dilaksanakan tidak mendapat dosa’. Jika taat asas, maka himbauan yang dimuat di koran itu boleh ditaati dan juga boleh tidak karena tidak ada sanksi yang jelas atau yang mengikutinya. Dalam konteks ini seyogyanya diberlakukan hukum JIKA-MAKA. Jika dilarang maka harus diberi sanksi.
Terkait dengan frasa larangan kampanye. Mungkin maksud tulisan di koran itu ialah “beberapa hal yang dilarang dalam berkampanye bagi peserta Pilkada”. Tetapi pembaca dapat memaknai secara bebas, dan memang jika dianalisis secara semantik frase itu bermakna larangan untuk berkampanye. Konsekuensinya bermakna “tidak boleh berkampanye” Agar kalimat itu tidak ambigu dapat dibenarkan menjadi LARANGAN DALAM BERKAMPANYE.
Lebih bingung lagi jika kita lanjut pada kalimat berikutnya: Dalam kampanye dilarang melibatkan….dst. Ada dua masalah yang muncul pada kalimat itu (1) Siapa yang dilarang? Subjek yang dilarang tidak jelas. Apakah Calon Bupati/Calon Wakil Bupati (peserta Pilkada) ataukah Hakim, pejabat BUMN/BUMD, PNS, TNI, Polri, atau Kepala Desa (pemilih tertentu)? Kalau Calon Bupati/Calon Wakil Bupati yang dilarang, gunakan kalimat bagi Calon Bupati/Calon Wakil Bupati yang berkampanye tidak boleh melibatkan ….dst. dan kalau yang dilarang itu pemilih tertentu, kalimat yang benar ialah bagi Hakim, pejabat BUMN/BUMD…. dst. dilarang…. (2) Hadirnya kata melibatkan, akan mengkonstruk bias makna, bagaimana kalau Hakim, pejabat BUMN/BUMN, PNS/Polri…. dst melibatkan diri (tidak dilibatkan/tidak diajak oleh peserta Pilkada), apakah dilarang juga? Pembaca jadi bingung.
Jika itu merupakan larangan baku, maka secara filosofi tidak berterima karena di samping tidak memiliki konsekuensi konstitusi juga telah membatasi hak seseorang sebagai warga negara. Hemat penulis, mereka perlu mendengarkan visi-misi yang disampaikan oleh para calon yang akan mereka pilih dan agar mereka tahu gambaran arah Bima pada lima tahun ke depan. Jika tidak, nasib mereka akan menjadi seperti pepatah beli kucing dalam karung. Dan apakah itu demokrasi atau mungkin pengecualian dari konsep demokrasi?. Harus jelas dong...! Dari sisi agama, ketidakhadiran pada saat kampanye justru dihawatirkan akan menaburkan bibit fitnah. Karena mau tidak mau, yang tidak ikut akan menanyakan orang yang ikut. Mungkin maksud UU itu dilarang untuk berperan aktif seperti naik panggung untuk menjadi jurkam, me-yel-yel-kan salah satu calon atau yang kerap kita dengar politik praktis.
Lalu sekarang muncul pertanyaan, mengapa kasus seperti di atas bisa terjadi? Hemat penulis, jawabannya hanya satu yakni pemberitaan UU itu hanya sepotong, ‘mungkin’ karena alasan ruang/kolom sehingga pembaca memahaminya secara sepotong pula, al hasil makna UU itu menjadi kabur.
Kasus bahasa seperti ini juga ditemukan pada koran nasional yang pernah penulis baca bulan lalu “Rumah profesor yang aneh itu akan segera dijual”. Yang aneh itu rumah atau profesor? Masih untung kalau rumahnya yang aneh, karena hantunya dapat di usir, tetapi kalau profesornya yang aneh, uang bayaran rumah itu bisa raib karena biasanya orang aneh susah diajak kompromi. Demikian pula dengan kalimat STOP SANDAL yang sering kali ditemukan pada tempat sakral. Artinya yang bersepatu dibebaskan. Di halaman sebuah institusi juga ditemukan ada tulisan DILARANG JALAN DI SINI. Artinya lari, melompat, merayap, berguling, dan sejenisnya bisa.

3 komentar:

  1. assalamu alaikum.
    ada cerita bos. seorang penjual ikan memajang papan reklame bertuliskan DISINI JUAL IKAN SEGAR. datang org I : hapus SEGAR, emang kamu jual ikan busuk. akhirnya tinggal DISINI JUAL IKAN
    datang org II : hapus DISINI, emang kamu jual di sana. akhirnya tgl JUAL IKAN
    datang org 3 : hapus JUAL, semua org tahu kamu menjual, bukan pamer. Tinggalah IKAN.
    datang org 4 : hapus ikan, emang kamu jual daging.
    simpulan cerita : memuaskan semua org tdk mungkin.
    MOHON MAAF BOS.
    TINGGGALKAN KOMENT DI BLOG INI JUGA BOSS

    BalasHapus
  2. Wa'alaikum salam. Sebenarnya tidak ada yang tidak mungkin di bumi ini, jika kata 'mungkin' ditanggalkan. Tentu...! emas yang salah taruh akan dikira kuningan

    BalasHapus

Berikan tanggapan Anda di sini!